BREAKING NEWS

TANGERANG – Menguak Luka Lama, Mengembalikan Nama Baik Pejuang yang Terlupakan

Editor: Sarman - Berita , NASIONAL , Opini , · 183 Dilihat


LENSATANGERANG | TANGERANG – Sejarah tak selalu ramah pada mereka yang pernah mengorbankan segalanya untuk republik. Beberapa justru terkubur dalam stigma dan narasi yang dibentuk bukan oleh kebenaran, melainkan oleh kekuasaan. Inilah yang mendorong Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, SH, MH, pakar hukum internasional dan Presiden Partai Oposisi Merdeka, mendesak Presiden RI, Jenderal Haji Prabowo Subianto, membentuk tim nasional klarifikasi sejarah dan investigasi pejuang.


Dalam keterangannya kepada sejumlah pemimpin redaksi media lokal dan nasional di sela kunjungannya ke Tangerang (14/7/2025), Sutan menyampaikan:


Negara ini sudah merdeka, tapi banyak keluarga pejuang belum merasakan kemerdekaan dari stigma. Sudah saatnya kita data ulang, gali ulang, dan akui kembali siapa saja yang berjasa — tanpa syarat politik.”


Daud Beureueh: Dari Dapur Kemerdekaan ke Pinggiran Buku Sejarah

Satu nama yang mencuat dalam diskusi adalah Teungku Muhammad Daud Beureueh, ulama kharismatik dari Aceh. Ia bukan sekadar tokoh lokal — ia adalah pilar penting perjuangan awal Republik Indonesia, orang yang menyambut Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan gegap gempita di bumi Serambi Mekah, saat yang lain masih ragu.


Ia juga yang menyediakan dukungan logistik dan politik saat Republik baru seumur jagung. Bahkan Bung Karno mengangkatnya sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo dengan pangkat mayor jenderal.


Namun, sejarah kemudian menempatkannya dalam kotak hitam: pemberontak. Bukan karena Daud memisahkan diri dari republik, tapi karena kecewa atas janji pusat yang diingkari. Status provinsi Aceh dicabut sepihak pada 1950. Ia sabar, tapi ketika semua diplomasi mentok, ia melawan. Bukan karena ambisi, tapi karena prinsip.


Bukan Separatis, Tapi Nasionalis yang Terluka

Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Aceh bukan soal memberontak, tapi soal mempertahankan harga diri dan janji politik. Daud Beureueh bukan Kartosuwiryo. Ia tidak memproklamasikan negara sendiri, tapi ingin pusat menepati kata-kata.


Sejarawan besar seperti George Kahin, Anthony Reid, hingga Yusril Ihza Mahendra sepakat: Daud adalah korban narasi penguasa, bukan penjahat negara.


Kalau Natsir dan Sjafruddin yang dulu dicap makar kini dapat gelar pahlawan nasional, mengapa Daud Beureueh tidak?” ujar Sutan menegaskan.


Ajakan dari Tangerang untuk Seluruh Indonesia

Prof. Sutan Nasomal yang juga pengasuh Ponpes Ass Saqwa Plus Jakarta dan Jenderal Kompii ini berharap, dari kota-kota seperti Tangerang, wacana penulisan ulang sejarah bisa menyebar ke seluruh negeri. Bukan untuk membalikkan narasi, tapi untuk menegakkan kejujuran.


Anak cucu para pejuang seperti Daud Beureueh berhak mendapat kehormatan, bukan rasa malu akibat narasi keliru. Negara harus hadir, tidak untuk menambah luka lama, tapi untuk mengobati dengan pengakuan resmi dan kehormatan sejarah.


Penutup

Republik ini lahir dari darah dan air mata. Tapi terlalu banyak nama yang justru dilupakan dalam catatan resmi negara. Daud Beureueh adalah satu dari sekian banyak yang harus dikembalikan namanya ke tempat yang layak: dalam deretan pahlawan bangsa.


Negara yang besar bukan hanya mengenang pahlawan yang menang, tapi juga memulihkan martabat mereka yang dilukai oleh sejarah,” pungkas Prof. Sutan. 

 

Opini Nasional Sejarah
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar