Puluhan Warga di Kronjo Kesulitan Ambil Bansos, KTP Ditahan Oknum Kreditur Lapangan
LENSATANGERANG.COM – TANGERANG. Puluhan warga di Kampung Sumur Buyut RT 003/01, Desa Pagenjahan, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, mengaku kesulitan mendapatkan bantuan sosial (bansos) pangan berupa beras. Hal ini terjadi lantaran Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli milik mereka ditahan oleh oknum pemberi pinjaman keliling sebagai jaminan utang.
Mayoritas warga terdampak adalah ibu rumah tangga yang mengandalkan bantuan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa di antaranya mengaku terpaksa menyerahkan KTP karena keterdesakan ekonomi.
Salah satu warga, sebut saja JM, mengungkapkan bahwa dirinya meminjam uang sebesar Rp200 ribu, dengan syarat harus mengembalikan Rp270 ribu dalam waktu seminggu. "Karena syaratnya harus menyerahkan KTP sebagai jaminan, saya tidak punya pilihan lain," ujarnya, Jumat (8/8/2025).
Namun, ia mengaku kini tidak bisa mengambil bansos dari pemerintah lantaran tidak memiliki KTP asli yang menjadi syarat utama pengambilan bantuan. Hal senada juga diungkapkan FAT, warga lainnya, yang mengalami hal serupa.
"Anak saya juga terkendala untuk mendaftar sekolah karena KTP saya ditahan. Waktu saya minta dipinjam sebentar pun tidak diizinkan oleh pihak yang menahan," keluhnya. Ia memiliki utang sekitar Rp400 ribu kepada pemberi pinjaman tersebut.
Ketua RT 003/01, Nani, menyatakan pihaknya tidak mengetahui secara pasti adanya kasus penahanan KTP ini. Menurutnya, saat warga datang untuk mengambil bansos dan ditanya soal KTP, sebagian mengaku dokumen tersebut hilang, bukan ditahan.
"Kalau benar ada yang menahan KTP warga, tentu kami sangat menyayangkan. Itu dokumen penting dan tidak boleh dijadikan jaminan. Ini bisa disalahgunakan," ucapnya dengan tegas.
Pemerintah desa juga menyoroti praktik ini. Sekretaris Desa Pagenjahan, Hendi, mewakili Kepala Desa H. Tabrani, menyatakan bahwa KTP adalah dokumen pribadi yang dilindungi hukum. "Tidak ada dasar hukum yang membenarkan penahanan KTP sebagai jaminan utang. Ini menyangkut keamanan data pribadi warga," jelasnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, setidaknya terdapat tujuh koperasi atau lembaga simpan pinjam yang aktif beroperasi di wilayah tersebut. Petugas dari lembaga-lembaga tersebut disebutkan melakukan penagihan secara rutin dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah.
Tak jarang, warga yang terlambat membayar cicilan merasa tertekan secara psikologis akibat sikap oknum petugas yang dinilai kurang humanis.
Menanggapi hal ini, aparat desa berencana untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas lembaga keuangan non-bank di wilayahnya. Tujuannya agar tidak ada lagi penyalahgunaan data pribadi, dan warga bisa mendapatkan hak-haknya, terutama bantuan dari pemerintah, tanpa kendala administratif.
(Mrt)